Minggu, 30 November 2008

BLADU DAN UMBALAN

Umbalan dan Bladu (up welling) merupakan peristiwa alam yang terjadi pada sungai dan danau/waduk. Kedua proses ini sering berakibat buruk, yakni kematiaan ikan dan hewan air lainnya secara masal. Saat ada proses ini, maka mustahil memancing ikan di sungai dan danau.
Awal tahun 1980 an, hampir setiap awal musim penghujan, saya sering membawa jaring dan beramai-ramai dengan teman-teman menjaring ikan-ikan di Sungai Bengawan Solo yang “semaput” atau pingsan di sekitar bawah jembatan Becam, Solo. Saat ini berbagai jenis ikan masih bisa dijaring diantaranya ikan ndaringan, sogo, sili, bader, palung, kutuk (gabus) yang berukuran cukup besar.
Waktu itu, karena masih SMP, saya tidak tahu apakah ikan ini berbahaya bila dimakan atau tidak, dan matinya ikan Karena apa, juga tidak tahu. Yang saya ingat namanya adalah (bahasa jawa : “bladu” atau “mubal”). Pokoknya awal musim hujan pasti terjadi bladu dan harga ikan air tawar pasti hancur, karena stok ikan melimpah di pasar.
Bladu di sungai
Bladu terjadi karena saat kemarau, berbagai bahan prolutan seperti hersibida, pestisida, limbah-limbah industri, limbah rumah tangga (deterjen) tidak cukup mengalir ke sungai besar, jadi hanya mempet di anak-anak sungai. Setelah musim penghujan maka semua bahan pencemaran tersebut secara akumulatif bergerak ke arah Sungai Bengawan Solo, sehingga “mubal” atau bercampur dan teraduk dengan air sungai sebelumnya sehingga membuat ikan-ikan menjadi pingsan. Saat ini sudah jarang terjadi bladu, karena ikan yang akan “di-bladu” sudah tidak ada (sudah punah), hanya ikan sapu-sapu saja yang bertahan terhadap kondisi air tercemar. Dalam konteks yang lebih luas, bladu terjadi juga di berbagai sungai di seluruh Indonesia, berikut beberapa contohnya :
Sungai Siak, Pekanbaru ,10 juni 2004. Ribuan ikan berbagai jenis termasuk ular mati mengambang di sungai Siak dari kampar sampai pekanbaru. Kematian ikan diduga akibat kekurangan oksigen dalam jumlah besar karena limpahan limbah dari perkebunan kelapa sawit dan pengolahan minyak sawit mentah yang banyak ditemukan di kawasan hulu sungai terdalam di Indonesia. Diperkirakan ikan yang mati sampai 1.8 ton.
Sungai Khayan, Palangkaraya, 9 juli 2003. Di sungai kahayan terdapat setidaknya 6.000-10.000 unit mesin penambangan emas liar. Banyangkan setiap 3 bulan, setidaknya 1 kg mercuri dibuang oleh 1 unit mesin, maka sepanjang Sungai Kayahan sudah “di-bladu” dengan 24 ton merkuri setiap tahunnya. Bagaimana mungkin ikan-ikan di sungai ini tidak pingsan lalu mati. Padahal ikan yang sudah mengandung merkuri, maka bila dimakan manusia bisa berakibat fatal.
Sungai Barito, Muara Teweh, Kalimantan Tengah , 30 januari 2005. Ribuan bibit ikan jenis jelawan, patin, nila, mas, yang ada dikeramba banyak yang mati mengapung. Hal ini disebabkan oleh rembesan limbah solar bercampur oli yang berasal dari pipa instalasi BBM milik PLN Muara Teweh melalui sungai rambai (anak sungai Barito), kemudian akibat hujan limbah itu terbawa hingga sungai barito. Diperkirakan limbah ini mencapai puluhan ton. Potensi perikanan darat sungai barito sekitar tahun 1970-an populasi ikan jelawat mencapai 30-40 ton/tahun, tetapi sekarang hanya 4-5 ton/tahun.
Sungai Mahakam, Samarinda, 7 maret 2001. peristiwa mabuknya ikan di sungain mahakam disebut air bangar atau air bangai. Perubahan kualitas air terjadi karena pembusukan semak-semak di daerah 3 danau yaitu semayang, melintang dan jempang. Akibatnya sungai sungai mhakam kekurangan oksigen, ph rendah sehingga ikan-ikan juga kekurangan oksigen. Peristiwa ini biasanya terjadi awal musim hujan.
Sungai Kapuas, Pontianak, 12 Desember 2000. kasusnya sama, yaitu penambangan emas, baik yang legal maupun illegal dan sama-sama menggunakan merkuri untuk membersihkan endapan alluvial untuk mendapatkan emas. Terdapat 363 titik penambangan iligal emas atau sekitar 6.385 hektar dengan menggunakan sedikitnya 3113 unit mesin. Merkuri secara sengaja di “bladukan” ke DAS Sungai kapuas.
Sungai Surabaya,18 oktober 2003. ikan munggut adalah nama lain bagi ikan yang mati missal yang dimulai dari daerah legundi (gresik )dan sidoarjo. Hujan deras pertama kali mengaliri sungai dengan berbagai bahan beracun yang sebelumnya mampet di sungai-sungai kecil. Di sini banyak sekali industri yang mengeluarkan limbah. Para pemancing di sekitar sungai kecewa, karena banyak ikan-ikan sebesar paha orang dewasa seperti ikan rengik , jendil, kutuk dan lele yang berserakan di atas air.
Umbalan di waduk dan danau
Kalau di jawa barat, proses up welling ini disebut umbalan dan sering terjadi 3 waduk besar aliran Sungai Citarum yaitu waduk jatiluhur,saguling dan cirata. Kematian missal ikan-ikan di keramba pernah mencapai sekiyat 1000 ton pada tanggal 18 februari 2004 di waduk cirata dan jatiluhur. Data lain adalah danau ranau di palembang, sekitar april 1997. di danau ini terjadi juga up welling atau arus tegak karena pergantiaan musim. Arus tegak menjadikan zat pembusukan didasar air seperti gas beracun naik ke atas, sehingga ikan-ikan mati. Pada awal musim hujan arus ini menyebabkan suhu iar di dasar danau lebih tinggi daripada permukaan, sedangkan saat musim kemarau terjadi kebalikannya. Pembalikkan air juga terjadi di danau maninjau, padang, sumatera barat pada bulan oktober 1997. puluhan ton ikan mas jenis majalaya di keramba banyak yang mati pembalikan air dari dari dasar ke atas ini terjadi karena hujan lebat yang terjadi sebelumnya. Perubahan ph atau derajat kesamaan berubah begitu cepat menjadi sekitar 8.66, padahal ikan mas optimal pada air yang berph 6,5-8


Pengetahuan bagi pemancing waduk/danau
Pengetahuan tentang tanda tanda akan terjadinya up welling perlu diketahui bagi pemancing alam di sekitar waduk dan danau.Karena bila umbalan terjadi,maka nafsu makan ikan di waduk tentu akan hilang sama sekali.Energi ikan-ikan ini hanya akan digunakan untuk menghindari dari kematian,misalnya berenang dari badan air yang tidak mengalami umbalan.Jadi energi untuk makan menjadi tidak ada,sehingga bila tidak tetap memancing,maka tidak berpotensi mendapatkan sambaran ikan.Berikut ilmunya:
Bila terjadi hujan atau mendung di atas waduk dan danau dalam waktu yang cukup lama (2-3 hari), maka akan terjadi pendinginan evaporatif (evaporatif cooling). Pendinginan ini akan menyebabkan suhu air permukaan danau menjadi lebih dingin di banding suhu air di lapisan bawahnya. Karena air yang bersuhu dingin mempunyai berat jenis lebih besar, di banding air yang bersuhu lebih hangat maka air di permukaan turun ke lapisan bawah dan air di dasar naik ke permukaan. Masalahnya, masa air dari lapisan bawah yang terdorong ke permukaan membawa materi kimiawi yang berada dalam status reduksi seperti H2S, C0, NH3. karena lapisan paling bawah rendah dalam kandungan oksigen, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Materi kimiwai dalam status reduksi ini pada umumnya sangat beracun bagi ikan-ikan di keramba yang lebih sensitif disbanding ikan asli waduk. Ikan di keramba tidak bisa melarikan diri karena terjebak di keramba, sedangkan ikan di alam tentu akan berusaha lari ke badan air yang tidak toksik. Walaupun ikan asli waduk/danau tersebut, (terutama yang sensitive) ada juga yang bernasib sama dengan ikan di keramba yaitu, mati. Hal ini diperburuk dengan banyaknya jumlah keramba di suatu perairan. Keramba yang banyak tentu menghasilkan kotoran dan sisa pakan yang teronggok di dasar waduk/danau. Sisa pakan ini akan di dekomposisi menjadi materi kimia dalam status reduksi. Sebenarnya proses pengadukan secara alami ini dulu tidak mengenal korban ikan yang banyak, karena bahan – bahan pencemar yang diproduksi tidak sebanyak dulu.dulu tidak dikenal keramba atau jala apung.banyak jala apung sebenarnya tidak boleh melebihi kapasitas dan daya dukung perairan.berdasarkan rekomendasi Balai Penelitian Air Tawar,luas areal waduk untuk bididaya maksimal 1% dari luas waduk.kalau terlalu namyak tentu berakibat keseimbangan ekosistem tidak terjaga sehingga kerugian pada akhirnya yang terjadi.
Bagi pemancing awam di waduk dan sungai,saat terjadi bladu dan umbalan,maka sebaiknya tidak usah memancing karena tidak ada ikan yang memakan umpan.mungkin butuh waktu setidaknya 1 bulan untuk memancing lagi.